JuraganQQLounge – Bisa Bikin Sakit, Ini Alasan untuk Tidak Olahraga di Area Berpolusi
Indojuraganqq.com – Ada baiknya cek dulu kualitas udaranya
Selain menjaga pola makan bergizi seimbang, olahraga sangat penting untuk kesehatan dan kebugaran tubuh, tak terkecuali di masa pandemik COVID-19 seperti sekarang ini. Meski bisa dilakukan di dalam ruangan, tetapi banyak orang yang lebih memiliki tetap berolahraga di luar ruangan alias outdoor. Sah saja, tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah kualitas udara.
Nafas, sebuah aplikasi yang berfokus memberikan data tentang kualitas udara sekitar, mengadakan webinar “Mau Olahraga? Pantau Kualitas Udara” pada hari Selasa (17/11/2020).
Webinar tersebut menghadirkan dokter spesialis paru dr. Erlang Samoedro, Sp.P, Adinda Sukardi yang merupakan Under Armour Global Ambassador, dan Piotr Jakubowski selaku Co-founder & Chief Growth Officer Nafas.
Banyak hal menarik yang dibahas tentang olahraga dan kualitas udara di sekitar. Khususnya buat kamu yang suka olahraga outdoor, yuk, simak!
Bisa Bikin Sakit, Ini Alasan untuk Tidak Olahraga di Area Berpolusi
1. Polusi udara bisa menyebabkan berbagai penyakit
Tujuan berolahraga adalah untuk sehat. Namun, polusi udara yang terhirup ke dalam tubuh bisa menjadi ancaman bagi kesehatan. Nafas memberikan data bahwa ibu kota kita, Jakarta, pada Januari 2020 lalu masuk sebagai kota paling berpolusi ketiga di dunia. Ini membuat risiko terkena penyakit pernapasan tinggi.
Adapun penyakit yang bisa timbul akibat polusi udara meliputi penyakit jantung, asma, hingga stroke. Dikatakan oleh dr. Erlang, hal itu disebabkan karena masuknya timbal atau debu kecil ke paru-paru yang nantinya menyebar ke seluruh tubuh akibat dihantarkan darah.
“Apalagi ketika berolahraga, seseorang bisa menghirup udara hingga empat kali lipat, sampai 40 liter udara. Bayangkan berapa banyak debu yang masuk,” terangnya.
2. Bisa mengakibatkan efek domino
Piotr menambahkan, dampak negatif akibat polusi udara tidak hanya berhenti di kamu saja, tetapi juga bisa ke generasi seterusnya. Seperti efek domino, mereka yang muda juga akan mendapatkan efek yang serupa.
Sebagai contoh seorang ibu hamil tercemar polusi udara yang pekat tersebut dan mengidap penyakit ini. Nantinya, anak yang dikandungnya memiliki risiko terkena asma dan lain sebagainya, mencatat gennya punya “sejarah”. Catatan genetik ini bisa diteruskan kepada generasi selanjutnya.
3. Data yang didapatkan Nafas melihat adanya waktu tertentu yang baik untuk berolahraga outdoor
Jakarta adalah ibu kota paling tercemar ke-3 di dunia, dengan rata-rata polusi udara tahunan “Tidak Sehat” dan polusi Particulate Matter (PM2.5) dengan konsentrasi tinggi. Partikel tak kasatmata ini didasarkan pada ukurannya yang hanya mencapai 2,5 mikrometer (kira-kira setara dengan 3 persen dari diameter rambut manusia).
Nafas mendapat data bahwa PM2.5 ada di waktu-waktu tertentu, yaitu jam 4 pagi hingga jam 9 pagi, adalah tinggi-tingginya. Makanya, kamu tidak disarankan untuk berolahraga pada waktu tersebut.
Selain itu, kamu pun perlu menjaga durasi olahraga. Untuk olahraga intensitas tinggi, seperti bersepeda, baiknya batasi waktunya hingga 90 menit jika PM2.5-nya mencapai 100 μg/m3. Namun, jika berada di atas 165 μg/m3 potong durasi olahraga menjadi 30 menit. Sementara itu, untuk olahraga berjalan kaki, bila kondisi PM2.5 di atas 200 μg/m3 batasi juga hingga 30 menit
4. Pengalaman langsung dampak negatif menghirup polusi dirasakan oleh Adinda
Adinda sempat menceritakan bagaimana pengalamannya mendapatkan masalah pernapasan ketika berolahraga. Kala itu Adinda sedang berada di Beijing dan tanpa melihat kondisi udara sekitar, dia joging. Selang beberapa waktu, Adinda merasa pernapasannya terganggu dan menjadi mengi.
Efek hasil menghirup polusi udara itu ternyata berimbas panjang kepada atlet pelari itu. Adinda mengatakan, waktu larinya menjadi sangat turun dan untuk mengembalikan kemampuannya itu, dibutuhkan waktu proses sekitar 2 tahun. Mulai dari latihan pernapasan dan lainnya.
5. Masker bisa membantu melindungi menghirup PM2.5, tapi itu akan menurunkan performa
Di masa new normal ini, pakai masker saat di luar rumah mulai menjadi kebiasaan. Dikatakan oleh dr. Erlang, pakai masker memang mampu melindungi kita dari menghirup polusi udara, mengingat semua kotoran akan tersaring oleh masker yang digunakan.
Namun, di sisi lain masker akan memberikan efek samping lain, yaitu kamu tidak bisa melakukan performa maksimal saat berolahraga. Oksigen yang masuk ke dalam paru-paru turut menjadi berkurang dan itu membuatmu mudah lelah.
6. Polusi ini tidak bisa dilihat secara mata telanjang
Mungkin kamu penasaran dan bertanya-tanya, apa mungkin untuk melihat kadar polusi udara yang berbahaya ini dengan cuma melihat situasi sekitar? Ternyata tidak bisa.
Permasalahannya adalah karena ini PM2.5, tidak terlalu tebal dan polusinya berupa partikel debu kecil. Kalaupun mau melihatnya, kamu harus naik ke atas dulu dan bakal melihat adanya kabut
7. Polusi udara ini adalah permasalahan sehari-hari
Bicara tentang kualitas udara, banyak yang mengira bahwa olahraga di masa outdoor di masa pandemik ini lebih sehat karena polusi udara berkurang (mengingat banyak orang yang beraktivitas di rumah).
Piotr mengatakan bahwa benar polusi udara pada masa pandemik ini menurun secara keseluruhan. Akan tetapi, yang jadi masalah adalah PM2.5 yang terhirup di satu hari tetap bisa memengaruhi kesehatanmu, mengingat timbal itu tidak bisa dikeluarkan tubuh.
“Bisa jadi dalam seminggu, enam hari di dalamnya hijau atau rendah polusi. Namun ketika kamu berolahraga, hari tersebut merah atau tinggi polusi dan berbahaya bagi kesehatanmu. Hasilnya, kamu bisa sakit,” Piotr menjelaskan.
Oleh karena itu, penting cek dulu kualitas udara setiap hari, terlebih sebelum berolahraga. Data lebih lanjut dari Nafas, jam 3 sore sampai jam 7 malam adalah waktu dengan PM2.5 terendah di Jakarta. Jadi, kamu bisa memanfaatkannya untuk berolahraga. Kamu sendiri biasanya kalau olahraga jam berapa?