JuraganQQLounge – Tanda-tanda Psikologis Orang yang Suka Melakukan Pelecehan Seksual.
Semua orang punya potensi untuk menjadi pelaku pelecehan seksual, tidak memandang gender, usia dan latar belakang mereka. Dan tentunya, semua orang bisa menjadi korban, karena mereka bisa sewaktu-waktu melecehkan kita.
Rupanya, orang yang kerap melakukan pelecehan seksual punya ciri-ciri psikologis yang bisa dikenali. Dilansir dari berbagai sumber, simak lebih dalam di sini!
Tanda-tanda Psikologis Orang yang Suka Melakukan Pelecehan Seksual.
1. Biasanya, mereka memiliki kepribadian narsistik
Teori pertama, pelaku pelecehan seksual biasanya memiliki kepribadian narsistik. Laman Psychology Today menyebut ini sebagai “the dark triad” alias triad kegelapan. Di dalamnya, bersemayam tiga sifat sekaligus, yaitu narsisme, psikopati dan Machiavellianisme.
Mari kita kupas yang pertama terlebih dahulu. Narsisme merupakan pandangan seseorang yang melambung atas dirinya sendiri. Mereka biasanya kurang memiliki empati. Orang narsistik tak peduli apakah kamu suka atau tidak dengan tindakan mereka karena mereka sendiri berpikir kalau dirinya kuat dan layak dikagumi.
Pelaku pelecehan seksual yang berkepribadian narsistik akan membenarkan tindakan pelecehan yang mereka lakukan dan menganggap korban “pantas untuk mendapatkannya”. Sebagai contoh, pelaku melakukan catcalling dan ketika korban risi, pelaku akan berujar kalau ini adalah hal yang wajar diterima karena korban memiliki fisik yang rupawan.
2. Selain itu, mereka biasanya eksploitatif dan manipulatif
Masih dalam teori triad kegelapan, pelaku pelecehan seksual bersifat psikopati. Artinya, mereka kerap mendominasi orang lain, tidak punya empati, sering mengeksploitasi, manipulatif dan cenderung impulsif agresif, ujar laman Psychology Today.
Orang yang psikopat akan melecehkan orang lain dengan sadar dan tidak merasa bersalah telah melakukannya. Jika ada peluang yang muncul dengan sendirinya, mereka tak segan-segan mengambil kesempatan untuk melecehkan orang lain. Peluang ini juga bisa diciptakan oleh dirinya sendiri untuk menjerat korban.
Last one, pelaku pelecehan seksual juga punya sifat Machiavellianism. Secara garis besar, ini dapat diartikan sebagai ketiadaan moral dan penuh tipu daya. Pelaku pelecehan seksual biasanya memiliki gabungan ketiga sifat ini (narsistik, psikopati dan Machiavellianism).
3. Melakukan pembenaran atas tindakan mereka sendiri
Teori lainnya menurut laman Psychology Today adalah moral disengagement alias pelepasan moral. Pelaku pelecehan seksual cenderung melakukan pembenaran atas tindakan mereka sendiri di mana prinsip moral umum tidak berlaku bagi kehidupan mereka.
Pelaku akan menganggap kalau pelecehan yang mereka lakukan adalah tindakan yang bisa diterima. Contoh pembenarannya adalah, “Dulu, perempuan gak marah tuh kalau saya goda. Justru itu pujian karena mereka cantik. Kok sekarang pada sensi, ya?” saat pelaku melakukan catcalling.
4. Setidaknya, ada 5 bentuk moral disengagement pada pelaku pelecehan
Seperti yang dituturkan oleh laman Psychology Today, ada 5 bentuk moral disengagement, yakni:
- Moral justification: Menganggap pelecehan sebagai tindakan yang bisa diterima
- Euphemistic labeling: Memakai istilah yang telah didistorsi untuk menyebut perilaku mereka.
- Displacement of responsibility: Atau pengalihan tanggung jawab, yaitu menghubungkan pelecehan dengan kekuatan di luar kendali mereka. Misalnya, pelaku melecehkan dan berdalih, “Nafsu saya tidak bisa ditahan, sudah dari sananya.”
- Advantageous comparison: Disebut sebagai perbandingan yang menguntungkan. Pelaku menganggap bahwa perilaku mereka bisa lebih buruk, tetapi mereka tidak melakukannya untuk membuat korban “merasa beruntung”. Contoh, pelaku bisa berujar, “Masih mending cuma disiul-siul, belum dipegang kan?”
- Dehumanization and attribution of blame: Ini adalah tendensi untuk menyalahkan korban karena korban dianggap melakukan tindakan yang memprovokasi untuk melecehkan. Misalnya, tendensi menyalahkan pakaian korban yang terbuka sebagai “undangan” untuk pelaku.
5. Cenderung misoginis dan menganggap perempuan sebagai objek
Kali ini, kita berbicara pada lingkup yang lebih spesifik, yakni pelecehan yang dilakukan oleh pelaku laki-laki ke korban yang berjenis kelamin perempuan. Pelaku pelecehan biasanya cenderung misoginis, menganggap relasi antara kedua gender tidak setara dan menganggap perempuan sebagai objek semata.
Contohnya, pelaku berujar, “Salah mereka sendiri, kenapa keluar malam?” atau “Kenapa gak melawan saja? Berarti sama-sama mau dong” pada korban pelecehan seksual dan korban pemerkosaan. Apabila seseorang punya tendensi untuk mengucapkan kalimat ini, ia punya kesempatan untuk menjadi pelaku pelecehan di kemudian hari.
Nah, itulah 5 tanda-tanda psikologis orang yang kerap melakukan pelecehan seksual. Semoga pengetahuan ini berguna untuk kita semua, ya!
Baca Juga : 6 Manfaat Kulit Jeruk Bagi Kebersihan Rumah Anda