6 Masalah Mental yang Jarang Terdiagnosis Menurut Ahli
Seseorang yang menderita gangguan kesehatan mental jarang mendapat diagnosis secara tepat selama bertahun-tahun sebelum akhirnya mendapat hasil diagnosis yang benar. Masyarakat telah membuat kemajuan besar dan signifikan dalam memahami, mendiagnosis, sekaligus menghapus stigma terkait kesehatan mental ini. Namun, meskipun kesadaran kesehatan mental ini cukup signifikan, banyak hasil diagnosis yang salah atau tidak dapat terdiagnosis sama sekali.
Dengan kekeliruan tersebut, akibatnya si pasien diberi tahu bahwa mereka menderita penyakit lain. Hal tersebut menyebabkan banyak orang terus berjuang sendiri daripada mendapat perawatan yang mereka butuhkan dan layak dapatkan. 6 Masalah Mental yang Jarang Terdiagnosis Menurut Ahli
Data dari WHO menunjukkan bahwa kurang dari separuh orang memenuhi kriteria diagnostik atau mendapatkan perawatan medis yang tepat. Tetapi persoalannya adalah jika sumber daya tidak dialokasikan dengan tepat dan kondisinya tidak ditangani, sering kali malah menimbulkan masalah yang lebih besar di waktu mendatang. Berikut lima gangguan kesehatan mental yang jarang mendapat diagnosis secara tepat.
1. Gangguan makan
Orang yang menderita gangguan makan dengan lebih dari 90 persen tidak terdiagnosis secara medis sebagai tubuh kurus, dan kondisi ini sangat sulit diketahui. Gangguan makan juga sering diabaikan karena dianggap hanya terjadi pada wanita remaja yang kurus.
Tetapi, jutaan orang di seluruh dunia terpengaruh oleh gangguan makan, bahkan terhadap setiap orang dari segala usia, jenis kelamin, maupun etnis. Gangguan ini jarang terdiagnosis pada orang tua dan pria.
Sebuah studi di University of Michigan School of Public Health melaporkan bahwa stereotipe tentang siapa yang mengalami pengembangan gangguan makan, diagnosis dalam pengobatannya bisa berbeda-beda. Jika laki-laki yang memiliki berat badan lebih tinggi, orang kulit berwarna, dan orang yang tidak kaya kemungkinan besar akan lolos dari celah.
Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena gangguan makan merupakan penyakit mental yang paling mematikan kedua. Setiap tahunnya, sebanyak 10.200 orang Amerika meninggal dunia karena mengalami gangguan makan.
2. Gangguan bipolar
Gangguan bipolar juga merupakan salah satu penyakit mental yang paling serius. Meskipun tidak ada obat untuk bipolar, namun jika perawatannya tepat waktu maka pasien akan terbantu dalam mengelola penyakit mereka dan mencegah komplikasi. 6 Masalah Mental yang Jarang Terdiagnosis Menurut Ahli
Pasien bipolar akan mengalami perubahan suasana hati atau mood dan tingkat energi yang ekstrim. Dapat melompat dari kondisi apatis dan depresi ke kondisi mania hingga hipomania. Apabila mereka terlalu bersemangat, mereka akan memiliki perilaku berbahaya dan berisiko.
Sebuah survey yang di lakukan oleh National Depressive and Manic-Depressive Association menyimpulkan bahwa 69 persen pasien bipolar terdiagnosis dengan salah. Sepertiga dari para pasien tersebut salah di diagnonis selama lebih dari 10 tahun.
Paling seringnya, gangguan bipolar di anggap sebagai depresi. Apabila dokter gagal mengajukan pertanyaan pada pasien yang depresi terkait gejala manik seperti halnya perubahan suasana hati yang tiba-tiba, maka dokter akan salah dalam mendiagnosis.
Banyak ahli kesehatan mengatakan bahwa gangguan bipolar kurang terdiagnosis, namun penelitian terbaru melaporkan bahwa situasinya mungkin lebih kompleks. Selain itu, penelitian lainnya menyimpulkan bahwa kemungkinan di agnosis gangguan bipolar di lakukan secara berlebihan.
3. Gangguan stres pascatrauma
Post-traumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan stres pascatrauma adalah gangguan yang di tandai dengan kegagalan untuk pulih setelah mengalami atau melihat peristiwa yang menyakitkan atau menakutkan. Para penderitanya bisa melakukan isolasi sosial demi kewaspadaan namun berlebihan, dan kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari.
Gejala seperti ini seringkali di salahpahami seperti gangguan panik, fobia, stres hingga depresi, penyalahgunaan alkohol, serta gangguan kepribadian. Para ilmuwan belum mengetahui kenapa banyak orang mengalami PTSD sebagai respons terhadap kejadian traumatis. Tetapi penelitian telah melaporkan bahwa 20 persen dari para penderita telah mengalami semacam trauma menumbuhkan PTSD.
Seringkali para pasien tidak menyadari akan kondisinya tersebut, sampai-sampai seorang terapis bertanya pada mereka terkait kejadian traumatis di masa lalu. Diagnosis yang tidak terdeteksi biasanya ketika pasien tidak menceritakan tentang trauma masa lalunya. Bisa juga sebaliknya, seorang psikiater atau terapis tidak menanyakan kejadian trauma masa lalu dari pasien tersebut.
4. Gangguan kepribadian ambang
Menurut laman Psychology Today, gangguan kepribadian ambang atau borderline personality disorder adalah suatu kondisi yang di tandai dengan ketidakstabilan jiwa dan impulsif. Selain itu, di tandai juga dengan pola berkelanjutan berbagai suasana hati, citra diri, dan perilaku yang menyebabkan kesulitan yang signifikan.
Di lansir National Alliance on Mental Illness, gangguan kepribadian ambang merupakan kondisi kesehatan mental yang paling sering salah saat di diagnosis. Alasannya karena gejala ini terlihat seperti gejala yang lain termasuk kecemasan, depresi, dan gangguan bipolar. Tidak hanya itu, stigma juga menjadi masalah bagi orang-orang dengan gangguan kepribadian ambang ini.
5. Depresi
Menurut laman Britannica, depresi adalah gangguan suasana hati atau keadaan emosi yang di tandai dengan perasaan rendah diri, dan berkurangnya kemampuan untuk menikmati hidup. Gejalanya seperti perasaan sedih yang mendalam, putus asa, dan pesimis. Masalah kesehatan mental ini yang paling umum di temukan.
Secara tragis, di seluruh dunia kondisi ini tidak di laporkan dan tidak dapat terdiagnosis dengan benar. Bahkan di Amerika Serikat yang masyarakatnya cukup tinggi terhadap kesadaran kesehatan mental, hanya separuh dari penderita depresi yang berhasil terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tepat. Sedangkan di negara-negara berkembang, depresi justru jauh lebih parah atau lebih banyak yang tidak terdeteksi.
Masalah utama dari depresi adalah manifestasi gejalanya yang berbeda-beda dari setiap orang yang menderitanya. Kondisi tersebut bisa muncul dengan sendirinya dalam berbagai cara. Sebagian orang akan mendapat gejala kantuk dan kesedihan yang mendalam. Tetapi sebagian yang lain justru mendapat gejala sakit kepala, kemarahan, hingga penurunan kemampuan kognitif.
Selain itu, depresi seringkali di kacaukan dengan gejala demensia atau di artikan dengan salah yaitu sebagai efek samping dari nyeri kronis, kanker, atau di abetes.
6. Masalah terkait penyalahgunaan zat
Penggunaan narkoba, alkohol, dan penyalahgunaan zat merupakan topik yang cukup berat karena bukan hanya stigma negatif yang terkait dengannya. Seringkali kita berpikir bahwa seseorang yang meminum minuman alkohol, di konsumsinya untuk mengendalikan pikiran atau tindakannya meskipun tidak selalu terjadi.
Karena ‘rasa malu’ yang menjadi masalah, akan lebih mudah baginya untuk menyembunyikan kecanduannya daripada mencari bantuan. Akibatnya banyak pasien yang sudah bertahun-tahun tidak terdiagnosis dengan benar, terutama jika kondisi mereka sama dengan pecandu alkohol.
Usia merupakan salah satu kendala terbesar dalam diagnosisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5 sampai 8 juta manula memiliki satu atau beberapa kondisi kesehatan mental terkait penyalahgunaan zat. Selain itu, jumlah ini akan di perkirakan meningkat menjadi 10 sampai 14 juta di tahun 2030 mendatang.
Masalah semacam ini kemungkinannya jauh lebih kecil terdiagnosis pada orang dewasa yang lebih tua. Mungkin karena gejala fisik dan kognitif dari penyalahgunaan zat ini seringkali hampir mirip dengan kondisi kesehatan yang terkait dengan penuaan.
Oleh karena itu, jika kamu sendiri sedang berjuang dengan kesehatan mentalmu dan hal tersebut salah terdiagnosis, hubungi psikiater atau terapis yang sudah berpengalaman agar terapis tersebut dapat merawat kondisimu dan mengukur tingkat kesembuhannya.