Uncategorized

Terpaksa Bertahan Meski Jadi Korban KDRT Demi Anak, Psikolog Wanti-wanti soal Ini

Ilustrasi Wanita Sedih
WANITA KENA KDRT

Selebgram Cut Intan Nabila mengalami KDRT yang di lakukan oleh suaminya sendiri Armor Toreador. Hingga saat ini, kondisi Intan di sebut masih mengalami trauma sehingga polisi memutuskan untuk menghentikan sementara pemeriksaan korban.
“Kami ingin menggali pemeriksaan dari korban karena faktor psikologi masih trauma, kami berinisiatif menghentikan dulu pemeriksaan korban,” kata Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro.

Melalui Instagram, sebelumnya Cut Intan Nabila membagikan sebuah rekaman CCTV menunjukkan aksi kekerasan yang di lakukan oleh suaminya. Tidak hanya melakukan KDRT, Armor di sebut selama ini juga melakukan perselingkuhan. Namun, Cut Intan Nabila tetap memilih bertahan selama 5 tahun berumah tangga karena adanya anak.

1. Bertahan karena anak

Keberadaan anak kerap menjadi dilema tersendiri bagi korban KDRT untuk bisa lepas dari pernikahan yang toksik. Terlepas dari kejadian yang menimpa Cut Intan Nabila, psikolog klinis Anastasia Sari Dewi menjelaskan bahwa sebuah secara umum keutuhan pernikahan memerlukan peran dari kedua belah pihak.

Menurutnya, perlu di ketahui apakah kedua pihak sama-sama masih memiliki motivasi untuk memperbaiki kondisinya atau tidak. Jika keinginan ‘memperbaiki’ kondisi pernikahan hanya di lakukan oleh satu pihak saja, ini di nilai akan memberikan kerugian lebih banyak.

“Itu sama saja memperpanjang durasi toxic relationship yang ada. Sehingga akhirnya justru malah merugikan anak lebih macam-macam, karena mungkin statusnya (pernikahan) ada, tapi hubungannya sudah patah atau rusak,” kata Sari ketika di hubungi oleh detikcom, Rabu (15/8/2024).

Situasi tersebut menurut Sari dapat memicu rasa tidak nyaman dan tidak tenang pada anak. Hal ini akhirnya dapat mengganggu fokus pada anak untuk mengerjakan tugasnya sehari-hari, seperti belajar, bersosial, hingga pembentukan kepribadian diri.

Menurut Sari, pada kondisi tertentu orang tua harus berani untuk memutuskan apabila memang di rasa bahwa hubungan yang di jalani sudah membahayakan diri sendiri, maupun anak-anak. Lakukan pertimbangan kembali untuk melihat kerugian dan keuntungan yang mungkin bisa di dapatkan.

Langkah pertama yang bisa di lakukan untuk mencapai hal tersebut menurut Sari adalah dengan melibatkan orang yang paling di percaya. Melakukan ‘speak up’ kepada orang-orang terdekat penting di lakukan untuk mendapatkan keamanan terlebih dahulu, sebelum akhirnya masuk pada solusi yang ingin di ambil.

“Di sarankan untuk melibatkan orang terpercaya daripada keluarga atau mungkin pihak profesional yang netral untuk melihat apakah rumah tangga ini masih layak di pertahankan,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *