BERITA VIRAL

Wanita Belanda Cari Ibu Kandung Di Indonesia

JuraganQQ Lounge – Wanita belanda cari ibu kandung di indonesia, Anak mana yang tidak merasa shock dan gelisah ketika mengetahui bahwa ia bukanlah darah daging orangtuanya. Seperti yang dialami wanita warga Belanda bernama bernama Widya Astuti Boerma ini.

Widya pun berusaha mencari orangtua kandungnya dan ingin mengetahui identitas aslinya. Ditambah dengan adanya dugaan dirinya diadopsi dari hasil jual beli anak secara ilegal.

Melalui Twitter @Widyastuti2020, Widya wanita belanda berbagi kisah pencarian ibu kandungnya di Indonesia yang hingga kini belum ditemukannya. Widya mengungkapkan dia lahir di Yogyakarta dan dibesarkan di Belanda

Widya yang tak bisa berbahasa Indonesia dibantu oleh teman sekantornya yang bernama Tazia untuk mengungkapkan kisah sedihnya ini. “Widya diadopsi ke Belanda pas umurnya sekitar 5 tahun. Dia ga tau pasti tanggal lahir dia karena dokumen2 adopsi, termasuk akte lahir, dipalsuin sama Panti Asuhan Kasih Bunda,” tulis @taziateresa, Senin (15/6/2020).

Ketika diwawancara oleh JuraganQQ, Widya mengungkapkan bahwa ia terakhir mengunjungi Indonesia pada Desember 2019. Saat datang ke Indonesia, dia mengunjungi Kota Tua dan Stasiun Tebet, Jakarta.

“Kunjungan terakhir saya ke Indonesia adalah pada Desember 2019, tetapi sangat sulit untuk menggali informasi. Saya mengunjungi kota tua Jakarta dan Stasiun Tebet yang memberi saya rasa pengakuan yang kuat. Seperti yang Anda mengerti, saya tidak pernah lupa dengan ibu biologis saya dan bahkan di bawah keadaan yang paling sulit merasa selalu aman dan dicintai oleh dia,” ungkap Widya saat dihubungi lewat Whatsapp, Selasa (16/6/2020).

Ia juga menyadari bahwa permasalahannya ini dialami oleh orang lain yang nasibnya tak jauh berbeda dengannya. Widya kerap melihat pemberitaan tentang jual beli anak lewat adopsi ilegal dan memalsukan berkas dan identitas.

Viral Wanita Belanda Cari Ibu Kandung di Indonesia, Ungkap Perdagangan Anak

Viral Wanita Belanda Cari Ibu Kandung di Indonesia

“Saya sadar akan berkas yang saya punya selama bertahun-tahun, tetapi tidak pernah menghubungkan pada suatu titik kebenaran. Pada saat melihat sebuah program stasiun televisi, Zembla, Belanda yang ditayangkan pada 2018 tentang pemberitaan tentang penemuan bayi yang diduga dari Sri Lanka Malaysia, saya menyadari itu bukan kasus yang berdiri sendiri,” katanya.

Saat mencari identitas orangtua kandungnya di Indonesia, banyak rintangan yang menghadang Widya. Dia juga merasa kehidupannya masih seperti puzzle yang belum lengkap.

“Kesulitannya adalah ketika saya memiliki banyak kenangan masa kecil dari beberapa tahun pertama kehidupan saya di Indonesia, ada beberapa gambar Agen Poker saya waktu kecil, terkadang memencing rasa emosional saya karena tidak dalam urutan kronologis. Kenangan ini seperti teta-teki yang dibuat dari gambar yang dipotong-potong dan dapat disambung kembali. Saya bisa mengingat saat ibuku memberikan lemper, yang saya ingat rasanya lezat, dan juga aroma lipstik. Sayangnya saya tidak memiliki citra dirinya (sang ibu-red). Saya butuh waktu beberapa tahun melengkapi teka-teki itu menjadi urutan kronologis, tapi sulit,” katanya bingung.

Bukan itu saja, kesulitan Widya lainnya adalah dia tidak dapat mempercayai informasi yang tertera pada kertas adopsinya yang didapatnya pada 1991. Menurutnya ada kejanggalan dari informasi yang diberikan pihak yayasan panti asuhan yang mengurus adopsinya

“Meskipun panti asuhan sudah mengkonfirmasi pada 1991, bahwa saya sebenarnya lahir di Yogjakarta. Sayangnya saya bahkan meragukan usia saya sesungguhnya, karena saya merasa bahwa usia saya lebih tua. Saya telah mencoba untuk menemukan cara untuk mencari tahu melalui tes medis, tapi sayangnya tes kesehatan pun tidak mampu memberikan petunjuk usia yang tepat, selalu ada penyimpangan dari 5-6 tahun,” ujarnya.

Wanita yang bernama lengkap Widya Astuti Boerma itu sempat mengalami trauma karena kasus adopsinya tersebut. Traumanya ini terjadi setelah dia berusaha mencari tahu ibu kandungnya dengan datang ke Indonesia pada 1991.

Setelah mengunjungi Indonesia pada 1991, saya menjadi sangat bingung dan merasa depresi dan benar-benar membuat saya benci Indonesia sebagai sebuah negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *